Lampung - DPRD Provinsi Lampung melalui panitia khusus mengapresiasi upaya Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi menyelesaikan hutang Dana Bagi Hasil (DBH) kepada Kabupaten/kota secara keseluruhan yang diungkapkan juru bicara pansus Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI, Darlian Pone saat Rapat Paripurna DPRD Lampung, di Ruang Sidang DPRD, Jumat (24/1).
“Berdasarkan temuan BPK RI tentang DBH Pemprov kepada Kabupaten/kota pada akhir Tahun Anggaran 2018 sekitar RP 704 miliar. Hutang tersebut telah dibayarkan di era Kepemimpinan Arinal dalam kurun waktu 5 bulan terakhir secara bertahap," ucap Darlian.
Dengan demikian hutang DBH tersisa di triwulan IV sebesar Rp 216 miliar yang akan dilunasi pada triwulan I tahun 2020.
"Untuk itu, kami mengapresiasi upaya Arinal dalam menyelesaikan hutang DBH kepada kabupaten/kota secara keseluruhan,” tambahnya.
Terkait DBH tersebut, Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi menjelaskan bahwa terdapat beberapa hal yang harus ditindaklanjuti dan sudah ada solusinya seperti dana bagi hasil. Dengan dibayarkannya hutang DBH secara keseluruhan, diharapkan dapat digunakan untuk kepentingan pembangunan kabupaten/kota secara langsung.
“DBH itu dievaluasi BPK RI sebelum saya masuk sekitar Rp 704 miliar dan saya melakukan berbagai upaya sehingga tinggal sekitar Rp 200 miliar, serta akan saya lunasi di Tahun 2020,” ujar Arinal Djunaidi.
Dalam kesempatan itu ia juga memastikan PT. Bank Pembangunan Daerah Lampung (Bank Lampung) dalam keadaan sehat dan tidak ada masalah.
“Bank Lampung itu sehat dan tidak ada masalah. Saya juga sudah menginisasi agar melakukan RUPS (rapat umum pemegang saham) untuk mengisi struktur direksinya. Nanti juga akan terdapat unsur pemerintah yang masuk dalam dewan komisaris untuk mengevaluasi apa yang akan kita lakukan,” jelasnya.
Gubernur mengajak jajaran Provinsi dan Kabupaten sebagai pemegang saham. Peran swasta dan masyarakat juga bisa memiliki Rp20 miliar sebagai modal.
“Terkait syarat minimum modal inti Bank Lampung minimum Rp1 triliun, akan segera saya lakukan dengan para pemegang saham. Dan untuk mencapai Rp 3 triliun, akan dilakukan diskusi bersama membentuk sindikasi dengan bank daerah lainnya,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, ia mengungkapkan alasan terkait diberhentikannya pembangunan Itera Astronomical Observatorium (IAO) di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rahman, karena Lampung memiliki Taman Nasional, Hutan Konservasi, Hutan Lindung dan Hutan Produksi.
Taman Hutan Raya berfungsi sebagai hutan konservasi, dimana Hutan Konservasi setingkat dengan Taman Nasional yang berfungsi untuk menyiapkan fungsi ekologi, menyiapkan resapan air, dan menyiapkan kepentingan yang berkaitan dengan flora dan fauna.
“Taman Nasional itu wewenangnya Kementerian Kehutanan, Taman Hutan Raya itu wewenangnya Gubernur, Hutan lindung itu Bupati dan Hutan Produksi itu Kementerian. Tapi sekarang hutan lindung wewenangnya diberikan kepada Provinsi dengan catatan jangan sampai rusak. Tentunya saat ini menjadi hak Pemerintah Provinsi, jadi ketika fungsinya berubah maka harus seijin Menteri dan tidak melanggar UUD,” ungkapnya.
Menurut Gubernur, yang boleh dibangun infrastruktur berkaitan dengan riset dan fungsi flora fauna. Dan teropong bintang tidak ada hubungannya dengan fungsi hutan dan flora fauna.
"Kita bisa bangun tanpa harus merusak fungsi hutan,” tutupnya. (Is/ADPIM)
Facebook comments